Sesi Kombo 1 – 23/09/14 – Gardenology

Kombo, Sesi 1
Tanggal/date: 23/09/2014
Tempat/venue: Gardenology

Pemain/players: Lucas Abela, Jimi Mahardika, Satya Prapanca, Lintang Raditya, dan Hilman Fathoni

Foto-foto oleh/photos by Mira Octaviani

Teks oleh/text by Satya Prapanca


Seperti layaknya sore di bulan September, pukul 15:00 tanggal 23 itu sejuk dan keemasan. Halaman belakang rumah Jimmy Mahardhika di Jalan Kaliurang km. 13 bergemerisik dahan-dahan pohon yang tertiup angin sore.

Di ujung halaman yang luas itu ada sebuah pondok yang bobrok dan gelap. Pondok itu begitu aneh bersanding dengan rumah utama, besar dan mewah, yang berdiri beberapa meter dari situ. Saya berjalan di antara pohon-pohon kelapa dan sayuran kebun yang tumbuh tak beraturan, tersetir rasa penasaran, menuju terasnya yang gelap. Namun rasa pekewuh menahan saya untuk tidak terus masuk. Halaman besar itu terlalu sempit untuk dijelajahi sendirian tanpa dianggap aneh. Karena, jika saya menengok ke belakang, ada sejumlah musisi papan atas Yogyakarta yang sedang iseng glothekan sambil difilmkan. Saya tidak tahu saya diawasi atau tidak, namun enggan juga rasanya masuk ke sebuah gubuk yang siapa tahu masih berpenghuni. Mungkin Rumplestiltskin atau Wewe Gombel. Maka saya hanya berjalan berkeliling di atas tanah berlapis daun-daun kering sambil memerhatikan kelima musisi dan penontonnya dari kejauhan.

Kelima musisi, Hilman Fathoni, Lucas Abela, Lintang, Jimmy Mahardhika, dan Satya Prapanca sedang bergantian memainkan instrumen masing-masing dalam kolaborasi yang improvisasif. Panca memainkan gitar dengan rangkaian efek yang rumit. Jimmy Mahardhika juga memainkan gitar, kadang-kadang memukul-mukul suatu instalasi perkusi berbentuk contong dari seng. Lintang memainkan alat aneh yang ia sebut Javanese Modulator, sebuah kotak kayu ajaib penuh kenop dan tombol yang mengeluarkan bunyi noise yang ganjil. Lucas Abela menggesek-gesekkan pipinya ke kepingan kaca yang sudah ditempeli pick up dan dihubungkan ke ampli. Hilman melolong-lolong sambil memukul-mukul pipa besi yang sudah ia siapkan dari rumah. Bergantian, bertiga sekali sesinya, mereka masuk ke lingkaran panggung dan beraksi.

Mengapa berkumpul untuk menonton mereka bertingkah aneh-aneh sore ini? Di antara penonton ada Bhakti pemain bas Zoo. Ada Iqbal gitaris Sangkakala dan Aii, istrinya. Ada Akbar dari Kultivasi/Sabarbar dengan jaket jin Multivision Plus-nya. Ada Rangga dan Adit dari Jogja Noise Bombing. Ada Sean Bossbattle. Ada Pulung dari Shoolinen dan Sinta, istrinya. Ada Sony Irawan dari Seek Six Sick dengan istri dan anaknya yang lucu itu. Ada Rully Shabara dan Mira Octaviani yang merekam peristiwa dengan DSLR. Ada beberapa nama penting lain yang menentukan arah skena musik Yogyakarta sore itu di halaman rumah Jimmy Mahardhika.

Semua datang berkat undangan bawah tanah dari Kebun Binatang Film (Satya Prapanca dan Rully Shabara) yang beberapa waktu lalu menyebar pesan ke kotak masuk surel orang-orang yang mereka pilih. “Sudah lama sebenarnya ingin punya satu wadah di Jogja bagi musisi dari segala jenis musik untuk bisa bermain improvisasi secara bebas tanpa batasan genre, komunitas, ataupun senioritas… dengan harapan bisa menumbuhkan satu lagi skena yang segar di tengah semakin suburnya kancah permusikan Jogja.” Demikian bunyi surel tersebut dikirimkan ke beberapa puluh orang yang terlibat aktif di permusikan dan kesenian Jogja.

Maka demikianlah skena tersebut diwujudkan, hari itu. Pertunjukan sesi improvisasi yang pertama. Halaman rumah seorang seniman ternama. Sore yang cerah dan keemasan. Kebun yang luas dengan gubuk reyot misterius di sudutnya. Meja piknik dengan berbagai jajanan dan minuman. Sekelompok wajah yang sering terlihat di panggung-panggung kota ini. Menikmati sore yang selo. Memainkan komposisi improvisasi yang terdiri dari ledakan-ledakan emosi, diekspresikan melalui bebunyian acak dari alat-alat yang ganjil, komposisi eksperimental yang instan dan spontan, yang tidak dapat diulang lagi.

Saya mengawasi panggung dari jauh, dari sela alang-alang dan dedaunan yang rimbun. Tiba-tiba saya merasa tengkuk saya dingin. Mungkin ada yang memerhatikan saya dari dalam gubuk yang reyot itu. Mungkin Rumplestiltskin, mungkin Wewe Gombel, mau menculik anak yang menjauh sambil berpikir keras apa yang harus ia lakukan saat giliran sesi improvisasinya tiba beberapa minggu lagi. Saya pun berjalan cepat ke arah meja piknik. Saya mengambil segelas air lalu memandang orang yang kebetulan berada di dekat saya. Matanya juga menyiratkan kebingungan dan semangat liar yang sama.


| Klik kanan pada gambar untuk memperbesar |



KLIK untuk melihat lebih banyak dokumentasi sesi 1 Kombo Lab.


Jika Anda memiliki dokumentasi sesi Kombo ini dalam bentuk apapun (foto, teks, video, dan/atau rekaman suara) silakan kontak kami di kombo.improvlab@gmail.com.

Leave a Comment